Kamis, 20 Juni 2013

Perkembangan Evaluasi Genetik Sapi Perah


PERKEMBANGAN EVALUASI GENETIK SAPI PERAH
BERDASARKAN PRODUKSI SUSU


Heni Indrijani
Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran


ABSTRAK

Tujuan tulisan ini untuk mereview perkembangan evaluasi genetik pada sapi perah berdasarkan produksi susu, yang meliputi: perkembangan sistem pencatatan produksi susu, model kurva produksi susu, parameter genetik, dan model evaluasi nilai pemuliaan. Sistem pencatatan produksi susu yang efisien adalah dengan menggunakan catatan test day atau hari uji, karena pencatatan dapat dilakukan dengan lebih sederhana tetapi cukup akurat untuk digunakan dalam pendugaan kurva produksi ataupun nilai pemuliaan. Kurva pendugaan produksi susu yang akurat adalah kurva persamaan Ali-Schaeffer, karena kurva ini bisa menduga puncak produksi susu dan produksi total dengan lebih tepat (r>0,99), dan kurva ini juga dapat digunakan untuk analisis pendugaan parameter genetik. Pendugaan nilai pemuliaan dengan menggunakan model regresi tetap (MRT) atau random (MRR), akan memberikan banyak manfaat dalam program peningkatan mutu genetik sapi perah. Hal ini dimungkinkan karena dengan menggunakan model analisis tersebut waktu test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan dan mampu menduga nilai pemuliaan total dari catatan tidak lengkap atau catatan yang pendek. Untuk aplikasi dilapangan MRT lebih diunggulkan karena tidak terdapat masalah numerik dan analisisnya lebih mudah untuk dilakukan.

Kata kunci : sapi perah, nilai pemuliaan, test day, random regresi, regresi tetap


ABSTRACT

This paper is aimed to review the development of genetic evaluation on the milk production in dairy cattle, including recording system, mathematical model of the milk curve, genetic parameters, and genetic model for predicting breeding values. Test day was the best system to record milk yield as it can be used to predict lactation curve and genetic parameters. Ali-Schaeffer curve was the best curve to estimate milk yield (r>0.99).  Fixed and Random regression models have been widely used to give more advantages in breeding program. The model are able to analyse the records measured at different stage of lactation, and  to predict a total breeding value from incomplete and part records. For widely used, fixed regression model (MRT) was suggested because it did’n has numerical problem and was more easy to analysed.

Key Words : dairy cattle, breeding value, test day, random regression, fixed regression


PENDAHULUAN

Sejak dahulu manusia telah mulai menjinakkan dan memelihara hewan liar dan mendomestikasikannya menjadi hewan ternak, sehingga tanpa disadari manusia sejak jaman dahulu telah melaksanakan program pemuliaan meskipun secara sederhana. Bila dilihat dari sudut pandang ilmu pemuliaan, manusia terdahulu telah melaksanakan peningkatan mutu genetik ternak yang dipeliharanya, yaitu dengan memilih hewan-hewan tertentu yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhannya atau hewan yang disukai pemiliknya untuk tujuan tertentu. Hewan-hewan pilihan tersebut kemudian dipelihara lebih lama dari hewan-hewan lain dan dikawinkan lebih sering untuk mendapatkan lebih banyak keturunan dari hewan-hewan pilihan tersebut (INDRIJANI, 2008).
Keunggulan genetik seekor sapi perah dapat diketahui berdasarkan besarnya Nilai Pemuliaan (NP) produksi susu. Nilai pemuliaan ini sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk seleksi. Untuk menduga nilai pemuliaan tersebut, diperlukan catatan produksi susu. Catatan produksi susu yang biasa digunakan adalah catatan produksi susu harian lengkap 305 hari, tetapi tidak semua peternak rakyat dapat melakukan sistem pencatatan ini karena berbagai hal, yaitu : mahal, sifat biologis ternak tidak sama, dan tidak fleksibel. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu sekali adanya pencatatan produksi yang singkat dan sederhana, tetapi cukup akurat untuk mengevaluasi mutu genetik pada sapi perah berdasarkan nilai pemuliaan sifat produksi susu, yaitu dengan penggunakan catatan test day. Metoda pendugaan nilai pemuliaan berdasarkan catatan test day ini harus seakurat mungkin, karena itu dalam perhitungannya perlu diikutsertakan kurva produksi dan efek tetap (fixed effect)  yang mempengaruhi produksi susu (INDRIJANI, 2008).
Pada seleksi, ternak hanya dapat dipilih berdasarkan anggapan saja, ternak mana yang dianggap baik dan ternak mana yang dianggap kurang baik berdasarkan keinginan dan kebutuhan dari pemiliknya. Tepat tidaknya suatu seleksi sangat bergantung pada kecermatan dalam melakukan pendugaan. Kecermatan dari suatu seleksi bergantung pada cara atau metode dari pendugaan mutu genetik, oleh karena itu, harus dicari cara atau metode yang paling baik agar kecermatan yang diperoleh sangat tinggi, sehingga walaupun seleksi dilakukan atas dasar pendugaan, namun karena pendugaan tersebut mendekati kebenaran maka hasilnya akan lebih baik. Semakin cermat hal ini dilakukan, maka akan semakin cepat pula kemajuan genetik yang akan diperoleh. Makalah ini akan memberikan gambaran tentang perkembangan metode pendugaan nilai pemuliaan, yang diperlukan untuk evaluasi genetik sapi perah berdasarkan produksi susu, sehingga memberikan kesempatan kepada para pemulia untuk memilih model analisis yang sesuai dengan kebutuhannya.

PRODUKSI SUSU
Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan dan peternakan juga merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi performan produksi susu, dan pada kenyataannya faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi susu (ANGGRAENI, 1995; INDRIJANI, 2001). Namun untuk menyederhanakan pengamatan, banyak peneliti yang melihat hubungan antara produksi susu dengan masing-masing faktor secara terpisah. Keragaman produksi susu pada suatu populasi sapi perah merupakan suatu alasan pentingnya untuk dilakukannya seleksi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai perusahaan peternakan di Indonesia, faktor musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, dan kelembaban kurang berpengaruh terhadap keragakam produksi susu secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena meskipun di Indonesia ada dua musim yaitu musim hujan dan kemarau, tetapi perbedaan kedua musim tersebut relatif tidak ekstrim seperti yang terjadi di daerah subtropis (INDRIJANI, 2008).
Faktor tahun pemeliharaan dan peternakan yang dilaporkan lebih banyak mempengaruhi keragaman dalam produksi susu dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Pada pengamatan selama beberapa tahun dapat terlihat adanya perubahan pada produksi susu karena adanya perbedaan tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, maupun perubahan mutu genetik ternak karena adanya seleksi (SCHNEBERGER, et al., 1982; ANGGRAENI, 1995, INDRIJANI, 2001). Informasi mengenai faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu sangat diperlukan dalam analisis pendugaan nilai pemuliaan (INDRIJANI, 2008).

MODEL MATEMATIKA PRODUKSI SUSU
Kurva produksi susu yang biasa digunakan yaitu kurva Gamma atau kurva Wood, tetapi sejalan dengan perkembangan ilmu, maka berkembang banyak kurva produksi lain yang dapat digunakan untuk pendugaan produksi susu seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Penggunaan kurva produksi susu tersebut harus melalui suatu pengujian karena belum tentu kurva tersebut bisa tepat untuk menggambarkan produksi susu sapi perah di Indonesia, karena adanya perbedaan genetik ataupun lingkungan dengan tempat dimana kurva produksi susu tersebut dikembangkan (INDRIJANI, 2008). Pada Tabel 1 berikut ini ada beberapa kurva persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menduga produksi susu pada sapi perah.
Persamaan-persamaan regresi produksi susu tersebut dapat digunakan untuk meramalkan performans ternak, mengevaluasi harapan teoritis, atau memprediksi performans produksi susu secara keseluruhan dari catatan parsial. Persamaan-persamaan regresi tersebut (Tabel 1) secara umum cukup baik dalam meramalkan performans populasi. Pemilihan model akan bergantung pada berbagai faktor, seperti kemudahan dalam perhitungan dan tipe struktur data yang ada di lapangan. Suatu model mungkin tidak selalu menjadi paling baik  pada semua  data. Sifat-sifat data dan model harus diuji di lapangan dan model yang akuratlah yang dipilih.


Tabel 1. Korelasi nilai duga dan nilai sebenarnya (r) dari persamaan kurva yang pada pengujiannya menggunakan catatan Test Day

Referensi
Persamaan Regresi
r
JENKINS, T.G. et al (1984)
ln (y/t) = a + bt
0,717
WOOD (1967) ; INDRIJANI (2008)
ln (y) = a + b ln t + ct
0,951 ; 0,977
BADNER and ANDERSON (1985)
ln (y) = a + b ln t + ct + dt0.5
0,963
MORANT and GNANASAKTHY (1989)
ln (y) = a + b ln t + ct + dt2
0,964
MORANT and GNANASAKTHY (1989)
ln (y) = a + bt-1 + ct + dt2
0,964
BADNER and ANDERSON (1985)
ln (y) = a + b ln t + ct + dt0.5 + ft2
0,973



BADNER and ANDERSON (1985)
y-1 = a + bt-1 + ct
0,102
BADNER and ANDERSON (1985)
y-1 = a + bt-1 + ct + dt2
0,766
NELDER (1966)
y-1 = a + bt-1 + ct dt2 + ft3
0,378



GUO and SWALVE (1995)
y = a + bt + c exp{-0.05(log(t) – 1)/0.6}2 t-1
0,953
GUO and SWALVE (1995)
y = a + bt0.5 + c ln t
0,955
WILMINK (1987) ; INDRIJANI (2008)
y = a + bt + c exp(-0.05t)
0,953 ; 0,882
GUO and SWALVE (1995)
y = a + bt0.5 + c ln t + dt4
0,967
ALI and SCHAEFFER (1987);
INDRIJANI (2008)
y = a + b(t/305) + c(t/305)2 + d ln(305/t) + f ln2(305/t)
0,975 ; 0,997

GUO and SWALVE (1995)

y = a + bt + c sin(x)t2 + d sin(x)t3 + f exp (-0.055t)
0,974
GUO and SWALVE (1995)
y = a + bt  + ct2 + dt3 + f ln (t)
0,975
GUO and SWALVE (1995)
y = a + bt  + ct2 + dt3  + ft4
0,974





ALI and SCHAEFFER (1987) melakukan penelitian terhadap tiga kurva produksi susu dan hasil korelasinya adalah sebagai berikut : kurva Gamma : 0,88 (laktasi 1), 0,94 (laktasi 2), 0,94 (laktasi 3); kurva IQP = 0,87 (laktasi 1), 0,91 (laktasi 2), 0,92 (laktasi 3) ; kurva Regressi : 0,95 (laktasi 1), 0,98 (laktasi 2), 0,98 (laktasi 3). PALLAWARUKKA (1989) menggunakan kurva gamma dan kurva non linier untuk menduga produksi susu sapi FH di Wisconsin dari berbagai macam sistem pencatatan. JAMROZIK, et al. (1997), melakukan penelitian yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh ALI and SCHAEFFER (1987) dan mendapatkan hasil korelasi untuk persamaan kurva Ali-Schaeffer sebesar 0,975, Wood sebesar 0,951, dan Wilmink sebesar 0,953.    
Persamaan Ali-Schaeffer dan Wood, keduanya menunjukkan nilai korelasi antara produksi susu test day sebenarnya dengan dugaan produksi susu test day yang sangat tinggi, sehingga pada dasarnya kedua persamaan tersebut dapat digunakan sebagai kurva penduga produksi susu test day. Tetapi jika diamati lebih teliti lagi, maka persamaan Ali-Schaeffer mempunyai nilai korelasi dan nilai standar error yang lebih baik jika dibandingkan dengan persamaan dari Wood. Pendugaan produksi susu dengan menggunakan persamaan Wilmink, cenderung over estimate di awal laktasi. Persamaan Wilmink ini cocok digunakan di Belanda, tempat persamaan kurva ini dikembangkan, dan juga pada penelitian pendugaan parameter genetik dengan menggunakan test day di Jepang dan Korea, tetapi kurang tepat untuk digunakan di Indonesia (SUZUKI, et al., 2002; CHO, et al., 2006; INDRIJANI, 2008)



PERKEMBANGAN SISTEM PENCATATAN PRODUKSI SUSU
Evaluasi genetik sapi perah umumnya berdasarkan pada pencatatan produksi laktasi 305 hari. Biasanya dengan metode ini evaluasi genetik berdasarkan atas satu catatan (INDRIJANI, 2008). Di Polandia, prosedur pendugaan produksi susu yang berdasarkan pencatatan 305 hari ini mengabaikan bentuk dari kurva produksi susu, karena nilai rataan yang berasal dari catatan-catatan yang berurutan dikalikan dengan jumlah hari diantara pencatatan tersebut dan kemudian dikumulatifkan.  Jika kurva penduga produksi susu yang digunakan kurang tepat dan atau jumlah hari diantara pencatatan meningkat (lebih dari nilai maksimum yaitu 65 hari), maka nilai dugaan dari produksi sebenarnya akan bias, sehingga dalam evaluasi genetik perlu diketahui kurva produksi susu yang tepat untuk menggambarkan performan produksi selama satu periode laktasi (STRABEL and SWACZKOWSKI, 1997)
Informasi produksi susu per laktasi diperoleh paling akurat dengan pencatatan setiap hari, tetapi dengan berbagai pertimbangan biasanya waktu dan biaya, maka saat ini umumnya pencatatan produksi susu adalah pencatatan secara periodik selama laktasi yang sudah dikenal dengan istilah test day. Pencatatan test day atau Hari Uji adalah catatan produksi susu total selama 24 jam yang diambil pada hari-hari pengujian tertentu saja (SWALVE, 2000; INDRIJANI, 2008).
Model Test Day atau Test Day Model (TDM) adalah model yang digunakan untuk menganalisa produksi susu yang dicatat pada hari-hari tertentu pada satu masa laktasi. Catatan test day dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu dicatat pada tanggal yang sama atau pada hari produksi yang sama. TDM akhir-akhir ini menarik minat banyak pihak, karena lebih fleksibel dalam menangani pencatatan yang berasal dari pola pencatatan yang berbeda, dan lebih murah jika dibandingkan dengan pencatatan kumulatif, terutama untuk perusahaan besar yang menuntut banyak efisiensi (SCHAEFFER and DEKKER, 1994; INDRIJANI, 2001; KAYA, et al., 2003; COSTA, et al., 2006; KHANI, et al., 2006; CHO, et al., 2006; ILATSIA, et al., 2006). Model ini juga dapat memanfaatkan data yang terbaru untuk pendugaan mutu genetik yang pada akhirnya dapat mempercepat seleksi yang merupakan perangkat penting untuk meningkatkan kemajuan genetik pada pemuliaan ternak (SWALVE, 2000).
Ada dua pendekatan pemanfaatan Model test day atau test day model (TDM) yaitu : (1) Metode Dua-langkah (two-step method) yang memasukkan beberapa koreksi untuk pengaruh lingkungan pada level test day dan menghasilkan evaluasi atas pencatatan dan kombinasi galat setelah langkah pertama; (2) Metode Satu-langkah (one-step method) yang akan menghasilkan nilai pemuliaan secara langsung. Model yang biasa digunakan dalam metode ini adalah regresi tetap (fixed regression) dan regresi acak (random regression) (SWALVE, 2000). WIGGANS and GODDARD (1997) menyatakan bahwa di Amerika catatan test day terlebih dahulu dikoreksikan dengan pengaruh umur-musim, masa kering, frekuensi pemerahan, fase laktasi, umur beranak dan umur kebuntingan  kemudian dihitung nilai pemuliaannya dengan menggunakan prosedur animal model.

PARAMETER GENETIK
Nilai heritabilitas pada suatu sifat yang sama akan bervariasi dalam suatu populasi ke populasi lain (FALCONER, 1981). Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan faktor genetik, perbedaan faktor lingkungan dan metode yang digunakan. WARWICK, et al. (1984) mengemukakan bahwa dalam penaksiran heritabilitas dapat dipengaruhi oleh kesalahan pengambilan contoh dan banyaknya data. FALCONER (1981) juga menyatakan bahwa heritabilitas tidak selalu mudah dihitung dengan ketepatan yang tinggi. Nilai heritabilitas bervariasi tergantung pada kondisi populasi tempat heritabilitas dihitung, hal ini dapat dilihat dari hasil-hasil penelitian seperti tertera pada Tabel 2 dan 3 berikut ini.

Tabel 2.  Nilai Heritabilitas Produksi Susu Sapi Perah FH berdasarkan Catatan 305 Hari dari Beberapa Hasil Penelitian di Indonesia


Tempat (jenis perkawinan)
Rataan Produksi Susu Laktasi I ±
Standar Deviasi (kg)

Heritabilitas
Jumlah Ternak
(ekor)
Tahun
Pengamatan
Metode Analisis

Referensi









PT. Baru Adjak
3548,61 ± 23,13
0,27 ± 0,26
138
1970 - 1981
ANOVA
MEKIR (1982)

PT. Lembang
3015,43 ± 40,07
0,76 ± 1,01
24
1970 - 1981
ANOVA
MEKIR (1982)

Yayasan Santa Maria
3379,44 ± 32,56
0,23 ± 0,25
132
1970 - 1981
ANOVA
MEKIR (1982)

BPT Baturraden
2505,10 ± 23,37
0,25 ± 0,36
69
1970 - 1981
ANOVA
MEKIR (1982)

PT. Baru Adjak (IB)
2748,51 ± 645,74
0,37 ± 0,28
174
1972 - 1982
ANOVA
MAKIN (1983)

PT. Baru Adjak (Non IB)
2950,56 ± 761,21
0,46 ± 0,32
138
1972 - 1982
ANOVA
MAKIN (1983)

PT. Lembang (Non IB)
2805,91 ± 713,84
0,20 ± 0,40
57
1972 - 1982
ANOVA
MAKIN (1983)

Sumber Indonesia
3235,10 ± 1030,20
0,43 ± 0,74
101
1974 - 1985
ANOVA
MAYLINDA (1986)
SNAKMA, Malang
2569,20 ± 562,30
0,22 ± 0,74
74
1968 - 1985
ANOVA
MAYLINDA (1986)

BPT Baturraden
2390,00 ± 389,00
0,26 ± 0,30
96
1975 - 1985
ANOVA
HAMIDAH (1987)

PT. Taurus Dairy Farm
3337,00 ± 864,81
0,31±0,050
456
1989 -2000
REML
INDRIJANI (2001)

PT. Taurus Dairy Farm
3435,12 ± 903,43
0,237 ± 0,07
581
1989-2005
REML
INDRIJANI (2008)

BPPT Cikole
4625,46 ± 1428,00
0,326 ± 0,19
114
1998-2004
REML
INDRIJANI (2008)

PT. Bandang Dairy Farm
4203,24 ± 1656,98
0,350 ± 0,11
33
2001-2005
REML
INDRIJANI (2008)

BBPTU Baturraden
3733,75 ± 736,229
0,352 ± 0,04
91
1997-2005
REML
INDRIJANI (2008)










Tabel 3.  Nilai Heritabilitas Test Day dan Produksi 305 hari dari Beberapa Hasil Penelitian di Dalam dan Luar Negeri.


Referensi
Metode
Test Day  (TD)
Ket.*
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
305 hari
AURAN (1976)
ANOVA
0,19
0,13
0,18
0,17
0,22
0,24
0,22
0,20
0,23
0,16
0,25
-
DANELL (1982)
Henderson III
(Sire Model)
0,16
0,15
0,18
0,22
0,27
0,27
0,27
0,27
0,23
0,20
0,30
-
PANDER, et al.
(1992)
REML
(Sire Model)
0,27
0,33
0,34
0,36
0,35
0,38
0,39
0,43
-
-
0,49
-
KATHENBRINK and SWALVE (1993)
Henderson III
(Sire Model)
0,23
0,29
0,25
0,28
0,26
0,25
0,18
0,16
0,09
0,05
0,32
-
REENTS, et al. (1995a)
REML
(Animal Model)
0,10
0,14
0,21
0,30
0,32
0,37
0,35
0,31
0,30
-
-
-
SWALVE (1995a)
REML
(Animal Model)
0,18
0,24
0,28
0,33
0,33
0,36
0,31
0,26
-
-
0,39
-
BAFFOUR, et al.
REML
0,17
0,28
0,31
0,34
0,51
0,48
0,36
0,45
0,38
0,31
0,52
HYST
(1996)

0,25
0,41
0,36
0,39
0,64
0,49
0,46
0,49
0,42
0,28
0,58
HYMT


0,18
0,29
0,35
0,38
0,46
0,40
0,32
0,40
0,34
0,22
0,48
H+M
REKAYA, et al. (1999)
Gibbs Sampling
0,26
0,30
0,31
0,33
0,29
0,30
0,32
0,31
0,23
0,19
-
-
GENGLER, et al.
(2001)
-
0,09-0,22
0,21-0,23
-
INDRIJANI (2001)
REML
(Animal Model)
0,09
0,19
0,15
0,24
0,18
0,26
0,15
0,20
0,19
0,16
0,31
TM+L1
INDRIJANI (2008)
REML
(Animal Model)
0,35
0,29
0,24
0,24
0,24
0,23
0,23
0,23
0,23
0,22
0,41
L1+L2
Keterangan :   HYST  =  Herd-year-season of first test
                        HYMT =  Herd-year-month of first test
                        H + M =  Herd + month
                        TM+L =  Tahun Musim + Laktasi
                        L1        = Laktasi1
                        L2        = Laktasi 2                                        

Nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1. Pada umumnya angka ini termasuk katagori rendah bila berkisar antara 0 sampai 0,1, sedang atau intermedia bila nilainya 0,1 sampai 0,3 dan tinggi bila melebihi 0,3 (HARDJOSUBROTO, 1994). Dalam suatu percobaan atau penelitian, tidak jarang diperoleh angka pewarisan yang terletak di luar kisaran normalnya, yaitu negatif atau lebih dari satu. Hal demikian ini sering dijumpai pada analisis yang menggunakan data tidak cukup banyak atau data yang ada sangat terbatas. Pengetahuan tentang heritabilitas sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu genetik ternak melalui seleksi yang didasarkan atas dasar kemiripan, karena perhitungan heritabilitas didasarkan pada prinsip bahwa ternak-ternak yang masih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performan yang lebih mirip jika dibandingkan dengan ternak-ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga (HARDJOSUBROTO, 1994).

NILAI PEMULIAAN
Nilai Pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu dalam populasi ternak. Pada dasarnya nilai pemuliaan merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai heritabilitasnya (HARDJOSUBROTO, 1994). Metoda pendugaan nilai pemuliaan yang banyak dipakai sekarang yaitu Best Linier Unbiased Prediction (BLUP) (SWALVE, 2000).
Beberapa kelebihan BLUP yaitu: (1) model ini turut memperhitungkan semua pengaruh lingkungan dan bisa langsung dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi, (2) memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi kekerabatan antar ternak (adanya Numerator Relationship Matrix), (3) bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan produksi asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang mempunyai catatan, (4) EBV yang dihasilkan lebih akurat (SWALVE, 2000; ANANG dan INDRIJANI, 2002; INDRIJANI, 2008).
Pada pendugaan nilai pemuliaan dengan menggunakan BLUP, pengaruh lingkungan dan nilai pemuliaan jutaan ternak dapat diestimasi secara simultan, sehingga perbedaan genetik antar kelompok ternak dapat diperhitungkan secara benar. Aplikasi BLUP bisa menggunakan model pejantan (sire model) dengan asumsi bahwa semua pejantan dikawinkan dengan ternak betina yang memiliki genetik merit yang sama, ataupun animal model yaitu dengan memasukan semua individu ternak yang mempunyai hubungan kekerabatan dan memprediksi nilai pemuliaan untuk semua ternak. Metode BLUP dapat memisahkan pengaruh genetik dan lingkungan, sehingga ternak dapat dirangking berdasarkan nilai genetiknya saja (SWALVE, 2000; SUZUKI, et al. 2002; KAYA, et al. 2003; KHANI, et al. 2006). Dengan berbagai kelebihannya maka BLUP sudah digunakan sebagai metoda pendugaan nilai pemuliaan standar dunia (ANANG dan INDRIJANI, 2002).
Besarnya nilai pemuliaan produksi susu bisa bervariasi tergantung dari model yang digunakan. Pemilihan model ini lebih tergantung kepada data yang tersedia di lapangan. Beberapa model yang banyak digunakan yaitu :

1.    Model Catatan Kumulatif 305-hari (KM)

Dengan model yang diperkenalkan oleh Jamrozik tahun 1997 produksi susu ternak dikumulatifkan sampai waktu tertentu (biasanya sampai 305 hari) dan pendugaan nilai pemuliaan hanya berdasarkan satu nilai saja. Keuntungan model ini adalah mengarah langsung pada tujuan pemuliaan yaitu produksi susu 305 hari. Modelnya dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan : y = vektor untuk pengamatan (produksi susu kumulatif 305 hari); b = vektor untuk efek tetap; u = vektor untuk efek random (ternak); e = vektor untuk galat; X = design matrik yang berhubungan dengan efek tetap; Z = design matrik yang berhubungan dengan efek random.

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan oleh penulis di lapangan, kekurangan pada penggunaan model ini adalah : (1) Catatan harus dikoreksikan terlebih dahulu karena faktor biologis ternak yang bersangkutan bervariasi, pengkoreksian ini dilakukan untuk mengurangi bias sebelum catatan digunakan untuk pendugaan parameter genetik dan nilai pemuliaan, (2) Perubahan lingkungan tidak bisa dimasukan langsung dalam model pendugaan nilai pemuliaan, (3) Waktu evaluasi harus menunggu sampai laktasi selesai dan perbedaan waktu biologis laktasi sangat menyulitkan untuk melakukan evaluasi secara bersamaan.

2. Model Multiple Trait (MMT)

Pengamatan sifat pada ternak biasanya tidak hanya terhadap satu sifat saja tetapi umumnya dilakukan terhadap beberapa sifat sekaligus untuk mendapatkan korelasi genetik dan lingkungan diantara sifat-sifat yang diamati (VILLUMSEN, et al., 2002). Selama ini banyak yang menganggap bahwa yang termasuk ke dalam sifat-sifat produksi susu yaitu jumlah produksi susu, lemak, dan protein, tetapi sebenarnya pencatatan test day juga dapat dianggap sebagai multiple-trait (WIGGANS and GODDARD, 1997). Nilai pemuliaan total dapat diduga dengan menjumlahkan semua nilai pemuliaan sifat yang dianalisis. Untuk mempermudah notasi matrik, dimisalkan hanya dua sifat  saja yang dianalisis, modelnya adalah sebagai berikut :
, dan

Keterangan :dan  adalah catatan test day berturut-turut ke satu dan ke dua. X, Z, b, u, dan  e telah didefinisikan pada KM.  Angka satu dan dua menunjukan sifat ke satu dan ke dua.

Walaupun kelebihan analisis ini mampu memasukkan perubahan lingkungan langsung ke dalam model, seperti misalnya perubahan musim selama laktasi, tapi banyaknya sifat yang dianalisis (11 test day) sangat menyulitkan memperoleh konvergen yang baik, dengan demikian akurasi nilai duga parameter menjadi berkurang. Analisis ini bisa juga dipecah sebagian-sebagian tetapi akan menimbulkan banyaknya parameter yang menyulitkan untuk pendugaan nilai pemuliaan. Konvergen menjadi masalah utama pada model ini sehingga penggunaan model ini tidak direkomendasikan untuk mengevaluasi potensi genetik ternak yang melibatkan banyak sifat (INDRIJANI, 2001).

3. Model Regresi Tetap/MRT (Fixed Regression Model/FRM)

Pada analisa ini, catatan yang ada dipertimbangkan sebagai catatan berulang untuk sifat yang sama dan memerlukan kurva produksi susu. Kurva Produksi susu yang banyak digunakan adalah kurva dari Ali-Schaeffer yang akan digunakan sebagai kovariat (INDRIJANI dan ANANG, 2002). Kovariat adalah faktor yang mempengaruhi variate (faktor yang diamati) tetapi tidak bisa diklasifikasikan dengan jelas (sebaran datanya bersifat kontinyu) dan yang umum diamati adalah hubungan antara keduanya yang biasanya diungkapkan dalam bentuk regresi. Galat dapat diterangkan sebagai pengaruh lingkungan permanen (pe), yang umum terhadap semua pengamatan pada individu yang sama, dan galat diantara pengamatan pada individu yang sama (e). Berikut ini adalah model yang dipakai :
Keterangan :   yijk          = Pencatatan test day; HYSi = Pengaruh tetap (Herd-Year-Season); aj   = Pengaruh random dari ternak; pej = Pengaruh random dari lingkungan permanen; eijk  = Galat           
      = 4 kovariat dari regresi ALI and SCHAEFFER (1987)
Keterangan : = DIM/c, c = Konstanta dan ditetapkan 305 hari; = (DIM/c)2 ; = ln(c/DIM); = ln2(c/DIM; (Subscript i pada regresi menunjukan bahwa kovariat tersarang pada HYS); DIM = Day Interval Milk = Interval waktu test dari pencatatan produksi susu hari pertama ke hari pencatatan tertentu yang digunakan dalam model.
           
Pada penggunaan model ini biaya test lebih murah dan efektif karena test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh sapi perah yang ada dalam suatu peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan. Kelebihan lainnya yaitu tidak perlu pengkoreksian produksi, dan perubahan lingkungan dapat langsung dimasukan pada model tanpa harus mengkode efek tetap. Karena keuntungan-keuntungan tersebut maka model ini sudah merupakan model yang dipakai untuk evaluasi genetik sapi perah nasional di Kanada dan Jerman (SWALVE, 2000).

4. Model Regresi Random /MRR (Random Regression Model/RRM)

Model random regresi adalah cara lain untuk menganalisis catatan test day dengan memperlakukan catatan test day sebagai catatan berulang untuk sifat yang sama (JAMROZIK and SCHAEFFER, 1997).  Pada model ini kovariat di set pada setiap ternak, dengan demikian setiap ternak bisa mempunyai lebih dari satu aditif genetik, tergantung pada regresi yang digunakan. Dibawah ini adalah model regresi random yang digunakan :
,
Keterangan:    yijkl  =  catatan test day; HYSi =  efek tetap (Herd-Year-Season); pj  =  pengaruh lingkungan permanen; eijkl = galat;  = masing-masing koefisien regresi tetap dan random

Model ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan model-model sebelumnya karena penggunaan kovariatnya spesifik untuk setiap individu ternak, tetapi model ini mampu menduga nilai pemuliaan total dari catatan tidak lengkap atau catatan yang pendek.

PERBANDINGAN MODEL
Berdasarkan pengalaman penulis yang melakukan pengujian ketepatan model pendugaan nilai pemuliaaan di beberapa perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia, masalah yang ada di lapangan adalah ketersediaan data (recording), karena banyak ternak yang memiliki catatan produksi tetapi catatan silsilahnya kurang lengkap sehingga dapat menyebabkan bias. Dari hasil pengalaman dan komunikasi pribadi dengan Dr. Asep Anang, setiap model mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, maka untuk pengujian model dapat disimpulkan seperti tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Perbandingan Model

Kriteria pengamatan
KM
   Model
MMT

MRT

MRR
Mengarah ke tujuan seleksi
Ö
-
-
-
Pendugaan Nilai Pemuliaan
1
catatan
11
catatan
Setiap
Interval
Perubahan lingkungan selama produksi
-
Ö
Ö
Ö
Waktu test beragam
-
-
Ö
Ö
Pembobotan nilai ekonomi nilai pemuliaan sepanjang kurva
-
Ö
-
Ö
Penggabungan catatan  tetua untuk seleksi berdasarkan catatan pendek anak
-
Ö
Ö
Ö
Masalah numerik dengan Software
-
Ö
-
Ö

Model KM mengarah ke tujuan seleksi tetapi hanya mempunyai satu nilai pemuliaan dan banyak hal penting yang tidak dapat turut diperhitungkan dalam model. Masalah mendasar pada model MMT dan MRR adalah masalah numerik dengan software karena banyaknya sifat yang dianalisis akan menyebabkan nilai pemuliaan optimum susah tercapai, sedangkan pada MRT tidak terdapat masalah numerik karena nilai pemuliaannya berdasarkan dari rataan nilai pemuliaan selama produksi. Sedikit kelemahan MRT adalah tidak dapat melakukan pembobotan ekonomi nilai pemuliaan sepanjang kurva, tetapi hal itu tidak jadi masalah pada usaha sapi perah karena umumnya pembobotan ekonominya tidak dilakukan di sepanjang kurva produksi susu, tetapi pada produksi susu secara keseluruhan.

PENUTUP
Sistem pencatatan yang efisien adalah dengan menggunakan catatan test day atau hari uji, karena pencatatan dapat dilakukan dengan lebih sederhana tetapi cukup akurat untuk digunakan dalam pendugaan kurva produksi ataupun nilai pemuliaan. Pendugaan produksi susu yang akurat adalah dengan menggunakan kurva persamaan Ali-Schaeffer, karena kurva ini bisa menduga puncak produksi susu dan produksi total dengan lebih tepat (r>0,99), dan kurva ini juga dapat digunakan untuk analisis pendugaan parameter genetik.
Model MRT dan MRR keduanya menunjukkan keunggulan dalam efisiensi pencatatan karena waktu test bisa dilakukan kapan saja, tanpa memperhatikan waktu dan jarak waktu test, sehingga waktu test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan. Tetapi untuk aplikasi dilapangan MRT lebih diunggulkan karena tidak terdapat masalah numerik dan analisisnya lebih mudah untuk dilakukan


DAFTAR PUSTAKA

ALI, T.E. and L.R. SCHAEFFER. 1987.  Accounting For Covariances Among Test Day Milk Yield In Dairy Cows.  Can. J. Anim. Sci., 67:637-644.
ANANG, A dan H. INDRIJANI. 2002. Metode Aktual Pendugaan Nilai Pemuliaan Produksi Susu pada Sapi Perah. Jurnal Ilmu Ternak, vol. I; 67-71.
ANGGRAENI, A. 1995. Faktor-faktor Koreksi Hari Laktasi dan Umur untuk Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland. Thesis. PPs IPB, Bogor.
BIGNARDI, A.B., L. EL FARO, V.L. CARDOSO, P.F. MACHADO, and L.G. ALBUQUERQUE. 2006. Estimation of Genetic Parameters for First Lactations Test Day Milk Yield of Holstein Cattle Using Random Regression Models. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no. : 01-49.
CHO, K.H., S.H. NA, K.S. SEO, B.H. PARK, J.G. CHOI, Y.C. LEE, J.D. PARK, S.K. SON, S. KIM, T.J. CHOI, and A. SALCES. 2006. Estimation of Genetic Parameters for Change of Test Day Records on the Milk Production and SCS Using Random Regression Model of the Holstein Cattle in Korea. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no.: 01-51.
COSTA, C.N., J. VASCONCELOS, J.A. COBUCI, G. THOMPSON, and J. CARVALHEIRA. 2006. Genetic Parameter of Test Day Milk Yield for Brazilian Holstein Cattle Using an Autoregressive Multiple Lactation Animal Model. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no. : 01-53.
DIMAURO C., D. VICARIO, F. CANAVESI, A.C. BORLINO, and N.P.P.MACCIOTTA. 2006. Analysis of Individual Variability of the Shape of Lactation Curve for Milk Fat and Protein Contents in Italian Simmental Cows. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no. : 01-54.
FALCONER, D.S. 1981.  Introduction to Quantitative Genetics.  Second Ed., Longman Inc., London, New York.
HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
ILATSIA, E.D., T.K. MUASYA, W.B. MUHUYI, and A.K. KAHI. 2006. Use of Test Day Milk Yield Records for Genetic Evaluation in Sahiwal Cattle. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no. : 01-61
INDRIJANI, H. 2001. Penggunaan Catatan Test Day untuk Mengevaluasi Mutu Genetik Sapi Perah. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
INDRIJANI, H., dan A. ANANG. 2002. Evaluasi Genetik Produksi Susu pada Sapi Perah dengan Model Regresi Tetap. Jurnal Ilmu Ternak, vol. I; 45-50
INDRIJANI, H. 2008. Penggunaan Catatan Produksi Susu 305 Hari dan Catatan Produksi Susu Test Day (Hari Uji) untuk Menduga Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah. Disertasi, PPs UNPAD.
JAMROZIK, J. and L.R. SCHAEFFER. 1997.  Estimates Of Genetic Parameters For A Test Day Model With Random Regression For Yield Traits Of First Lactation Holsteins. J. Dairy Sci., 80:762-772. 
KAYA, I., Y. AKBAS and C. UZMAY. 2003. Estimation of Breeding Values for Dairy Cattle Using Test-Day Milk Yiels. Turk J. Vet. Anim Sci. 27: 459-464.
KHANI, J., M.A. EDRISS and A.A. MEHRGARDI. 2006. Estimation of Genetic Parameters for Milk Production Traits Using Test Day Records of Holstein Dairy Cattle of Iran. 8th WCGALP, CD-ROM Communication no.: 01-63
SCHAEFFER, L.R. and J.C.M. DEKKER. 1994.  Random Regression In Animal Models For Test Day Production In Dairy Cattle. 5th WCGALP, 18:443-446.
SCHNEEBERGER, C. P., K. E. WELLINGTON and R. E. MCDOWEL. 1982. Performance of Jamaica Hope Cattle in Commercial Dairy Herd in Jamaica. J. Dairy Sci., 65:1364-1371.
STRABEL, T. and T. SWACZKOWSKI. 1997.  Additive Genetic and Permanent Environmental Variance Components For Test Days Milk Traits In Black-White Cattle.  Livest. Prod. Sci., 48:91-98.
SUZUKI, M., J.A.C. PEREIRA, S. YAMAGUCHI and T. KAWAHARA. 2002. Genetic Evaluation of Dairy Cattle Using Test Day and Lactation Records. 7th WCGALP, CD-ROM Communication no. : 18-20.
SWALVE, H. H. 2000.  Theoritical Basis and Computational Methods For Different Test-Day Genetic Evaluation Methods. J. Dairy Sc. 83:1115-1124.
VILLUMSEN, T.M., P. MADSEN, J. JENSEN, and J.H. JAKOBSEN. 2002. Blending Of Test-Day and Lactation Records Using A Multitrait Random Regression Model. 7th WCGALP, CD-ROM Communication no:01-02.
WIGGANS, G. R. and M. E. GODDARD. 1997.  A Computational Feasible Test Day Model For Genetic Evaluation Of Yield Traits In The United States.  J. Dairy Sci., 80:1795-1800.
WILMINK, J.B.M. 1987. Adjustment of Test-day Milk, Fat, and Protein Yields for Age, Season and Stage of Lactation. Livest. Prod. Sci. 16:335.
WOOD, P. D. P. 1967. Algebratic Model  Of  The  Lactation Curve In Cattle. Nature, 216:164-165.


1 komentar:

  1. Lagi mencari agent judi online 1 user ID untuk semua permainan?

    Yang banyak bonus harian & mingguan ???

    Mari hub
    WA:0812 2222 995

    BalasHapus