PERKEMBANGAN
EVALUASI GENETIK SAPI PERAH
BERDASARKAN
PRODUKSI SUSU
Heni
Indrijani
Fakultas
Peternakan
Universitas
Padjadjaran
ABSTRAK
Tujuan tulisan ini untuk mereview perkembangan
evaluasi genetik pada sapi perah berdasarkan produksi susu, yang meliputi:
perkembangan sistem pencatatan produksi susu, model kurva produksi susu,
parameter genetik, dan model evaluasi nilai pemuliaan. Sistem pencatatan
produksi susu yang efisien adalah dengan menggunakan catatan test day atau hari
uji, karena pencatatan dapat dilakukan dengan lebih sederhana tetapi cukup akurat untuk digunakan dalam pendugaan
kurva produksi ataupun nilai pemuliaan. Kurva pendugaan
produksi susu yang akurat adalah kurva persamaan Ali-Schaeffer, karena kurva
ini bisa menduga puncak produksi susu dan produksi total dengan lebih tepat (r>0,99),
dan kurva ini juga dapat digunakan untuk analisis pendugaan parameter genetik. Pendugaan nilai
pemuliaan dengan menggunakan model regresi tetap (MRT) atau random (MRR), akan memberikan banyak manfaat dalam program
peningkatan mutu genetik sapi perah. Hal ini dimungkinkan karena dengan
menggunakan model analisis tersebut waktu test dapat dilakukan satu
hari untuk seluruh peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan dan
mampu menduga nilai pemuliaan total dari catatan tidak lengkap atau catatan
yang pendek. Untuk aplikasi
dilapangan MRT lebih diunggulkan karena tidak terdapat masalah numerik dan
analisisnya lebih mudah untuk dilakukan.
Kata
kunci : sapi perah, nilai pemuliaan, test day, random regresi, regresi tetap
ABSTRACT
This paper is aimed to review the development
of genetic evaluation on the milk production in dairy cattle, including
recording system, mathematical model of the milk
curve, genetic parameters, and genetic model for predicting breeding values. Test
day was the best system to record milk yield as it can be used to predict
lactation curve and genetic parameters. Ali-Schaeffer curve was the best curve
to estimate milk yield (r>0.99). Fixed and Random regression models have been widely
used to give more advantages in breeding program. The model are able to analyse
the records measured at different stage of lactation, and to predict a total breeding value from
incomplete and part records. For widely used, fixed
regression model (MRT) was suggested because it did’n has numerical problem and
was more easy to analysed.
Key Words : dairy cattle,
breeding value, test day, random regression, fixed regression
PENDAHULUAN
Sejak
dahulu manusia telah mulai menjinakkan dan memelihara hewan liar dan
mendomestikasikannya menjadi hewan ternak, sehingga tanpa disadari manusia
sejak jaman dahulu telah melaksanakan program pemuliaan meskipun secara
sederhana. Bila dilihat dari sudut pandang ilmu pemuliaan, manusia terdahulu
telah melaksanakan peningkatan mutu genetik ternak yang dipeliharanya, yaitu
dengan memilih hewan-hewan tertentu yang dianggap lebih sesuai dengan
kebutuhannya atau hewan yang disukai pemiliknya untuk tujuan tertentu.
Hewan-hewan pilihan tersebut kemudian dipelihara lebih lama dari hewan-hewan
lain dan dikawinkan lebih sering untuk mendapatkan lebih banyak keturunan dari
hewan-hewan pilihan tersebut (INDRIJANI, 2008).
Keunggulan
genetik seekor sapi perah dapat diketahui berdasarkan besarnya Nilai Pemuliaan
(NP) produksi susu. Nilai pemuliaan ini sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan untuk seleksi. Untuk menduga nilai pemuliaan tersebut, diperlukan
catatan produksi susu. Catatan produksi susu yang biasa digunakan adalah
catatan produksi susu harian lengkap 305 hari, tetapi tidak semua peternak
rakyat dapat melakukan sistem pencatatan ini karena berbagai hal, yaitu :
mahal, sifat biologis ternak tidak sama, dan tidak fleksibel. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu sekali adanya pencatatan produksi yang singkat dan sederhana,
tetapi cukup akurat untuk mengevaluasi mutu genetik pada sapi perah berdasarkan
nilai pemuliaan sifat produksi susu, yaitu dengan penggunakan catatan test day.
Metoda pendugaan nilai pemuliaan berdasarkan catatan test day ini harus
seakurat mungkin, karena itu dalam perhitungannya perlu diikutsertakan kurva
produksi dan efek tetap (fixed effect)
yang mempengaruhi produksi susu (INDRIJANI, 2008).
Pada
seleksi, ternak hanya dapat dipilih berdasarkan anggapan saja, ternak mana yang
dianggap baik dan ternak mana yang dianggap kurang baik berdasarkan keinginan
dan kebutuhan dari pemiliknya. Tepat tidaknya suatu seleksi sangat bergantung
pada kecermatan dalam melakukan pendugaan. Kecermatan dari suatu seleksi
bergantung pada cara atau metode dari pendugaan mutu genetik, oleh karena itu,
harus dicari cara atau metode yang paling baik agar kecermatan yang diperoleh
sangat tinggi, sehingga walaupun seleksi dilakukan atas dasar pendugaan, namun
karena pendugaan tersebut mendekati kebenaran maka hasilnya akan lebih baik. Semakin
cermat hal ini dilakukan, maka akan semakin cepat pula kemajuan genetik yang
akan diperoleh. Makalah ini akan memberikan gambaran tentang perkembangan metode
pendugaan nilai pemuliaan, yang diperlukan untuk evaluasi genetik sapi perah
berdasarkan produksi susu, sehingga memberikan kesempatan kepada para pemulia
untuk memilih model analisis yang sesuai dengan kebutuhannya.
PRODUKSI
SUSU
Produksi
susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Musim,
curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan dan
peternakan juga merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi performan
produksi susu, dan pada kenyataannya faktor-faktor tersebut seringkali
berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi susu (ANGGRAENI,
1995; INDRIJANI, 2001). Namun untuk
menyederhanakan pengamatan, banyak peneliti yang melihat hubungan antara
produksi susu dengan masing-masing faktor secara terpisah. Keragaman produksi susu
pada suatu populasi sapi perah merupakan suatu alasan pentingnya untuk
dilakukannya seleksi.
Berdasarkan
beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai perusahaan peternakan di
Indonesia, faktor musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, dan kelembaban
kurang berpengaruh terhadap keragakam produksi susu secara keseluruhan. Hal ini
dapat terjadi karena meskipun di Indonesia ada dua musim yaitu musim hujan dan
kemarau, tetapi perbedaan kedua musim tersebut relatif tidak ekstrim seperti
yang terjadi di daerah subtropis (INDRIJANI, 2008).
Faktor
tahun pemeliharaan dan peternakan yang dilaporkan lebih banyak mempengaruhi
keragaman dalam produksi susu dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Pada
pengamatan selama beberapa tahun dapat terlihat adanya perubahan pada produksi
susu karena adanya perbedaan tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, maupun
perubahan mutu genetik ternak karena adanya seleksi (SCHNEBERGER, et al., 1982; ANGGRAENI, 1995, INDRIJANI, 2001). Informasi mengenai
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu sangat diperlukan
dalam analisis pendugaan nilai pemuliaan (INDRIJANI, 2008).
MODEL MATEMATIKA PRODUKSI SUSU
Kurva
produksi susu yang biasa digunakan yaitu kurva Gamma atau kurva Wood, tetapi sejalan
dengan perkembangan ilmu, maka berkembang banyak kurva produksi lain yang dapat
digunakan untuk pendugaan produksi susu seperti dapat dilihat pada Tabel 1.
Penggunaan kurva produksi susu tersebut harus melalui suatu pengujian karena
belum tentu kurva tersebut bisa tepat untuk menggambarkan produksi susu sapi
perah di Indonesia, karena adanya perbedaan genetik ataupun lingkungan dengan
tempat dimana kurva produksi susu tersebut dikembangkan (INDRIJANI, 2008). Pada
Tabel 1 berikut ini ada beberapa kurva persamaan regresi yang dapat digunakan
untuk menduga produksi susu pada sapi perah.
Persamaan-persamaan
regresi produksi susu tersebut dapat digunakan untuk meramalkan performans
ternak, mengevaluasi harapan teoritis, atau memprediksi performans produksi
susu secara keseluruhan dari catatan parsial. Persamaan-persamaan regresi tersebut (Tabel 1) secara umum cukup baik dalam
meramalkan performans populasi. Pemilihan model akan bergantung pada berbagai
faktor, seperti kemudahan dalam perhitungan dan tipe struktur data yang ada di
lapangan. Suatu model mungkin tidak selalu menjadi paling baik pada semua
data. Sifat-sifat data dan model harus diuji di lapangan dan model yang
akuratlah yang dipilih.
Tabel
1. Korelasi nilai duga dan nilai sebenarnya (r) dari persamaan kurva yang pada
pengujiannya menggunakan catatan Test Day
Referensi
|
Persamaan Regresi
|
r
|
JENKINS, T.G. et al (1984)
|
ln (y/t) = a + bt
|
0,717
|
WOOD (1967) ; INDRIJANI
(2008)
|
ln (y) = a + b ln t + ct
|
0,951 ; 0,977
|
BADNER and ANDERSON
(1985)
|
ln (y) = a + b ln t + ct + dt0.5
|
0,963
|
MORANT and GNANASAKTHY
(1989)
|
ln (y) = a + b ln t + ct + dt2
|
0,964
|
MORANT and GNANASAKTHY
(1989)
|
ln (y) = a + bt-1 + ct + dt2
|
0,964
|
BADNER and ANDERSON
(1985)
|
ln (y) = a + b ln t + ct + dt0.5
+ ft2
|
0,973
|
|
|
|
BADNER and ANDERSON
(1985)
|
y-1 = a + bt-1 + ct
|
0,102
|
BADNER and ANDERSON
(1985)
|
y-1 = a + bt-1 + ct +
dt2
|
0,766
|
NELDER (1966)
|
y-1 = a + bt-1 + ct
dt2 + ft3
|
0,378
|
|
|
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt + c exp{-0.05(log(t) – 1)/0.6}2
t-1
|
0,953
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt0.5 + c ln t
|
0,955
|
WILMINK (1987) ; INDRIJANI
(2008)
|
y = a + bt + c exp(-0.05t)
|
0,953 ; 0,882
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt0.5 + c ln t + dt4
|
0,967
|
ALI and SCHAEFFER (1987);
INDRIJANI (2008)
|
y = a + b(t/305) +
c(t/305)2 + d ln(305/t) + f ln2(305/t)
|
0,975 ; 0,997
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt + c sin(x)t2 + d
sin(x)t3 + f exp (-0.055t)
|
0,974
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt + ct2 + dt3 + f ln (t)
|
0,975
|
GUO and SWALVE
(1995)
|
y = a + bt + ct2 + dt3 + ft4
|
0,974
|
|
|
|
ALI
and SCHAEFFER (1987) melakukan penelitian terhadap tiga kurva produksi susu dan
hasil korelasinya adalah sebagai berikut : kurva Gamma : 0,88 (laktasi 1), 0,94
(laktasi 2), 0,94 (laktasi 3); kurva IQP = 0,87 (laktasi 1), 0,91 (laktasi 2),
0,92 (laktasi 3) ; kurva Regressi : 0,95 (laktasi 1), 0,98 (laktasi 2), 0,98
(laktasi 3). PALLAWARUKKA (1989) menggunakan kurva gamma dan kurva non linier
untuk menduga produksi susu sapi FH di Wisconsin dari berbagai macam sistem
pencatatan. JAMROZIK, et al. (1997),
melakukan penelitian yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh ALI and SCHAEFFER
(1987) dan mendapatkan hasil korelasi untuk persamaan kurva Ali-Schaeffer sebesar 0,975, Wood
sebesar 0,951, dan Wilmink sebesar 0,953.
Persamaan
Ali-Schaeffer dan Wood, keduanya menunjukkan nilai korelasi antara produksi
susu test day sebenarnya dengan
dugaan produksi susu test day
yang sangat tinggi, sehingga pada dasarnya kedua persamaan tersebut dapat
digunakan sebagai kurva penduga produksi susu test day. Tetapi jika diamati lebih teliti lagi, maka persamaan
Ali-Schaeffer mempunyai nilai korelasi dan nilai standar error yang lebih baik
jika dibandingkan dengan persamaan dari Wood.
Pendugaan produksi susu dengan menggunakan persamaan Wilmink, cenderung over
estimate di awal laktasi. Persamaan Wilmink ini cocok digunakan di Belanda,
tempat persamaan kurva ini dikembangkan, dan juga pada penelitian pendugaan
parameter genetik dengan menggunakan test
day di Jepang dan Korea, tetapi kurang tepat untuk digunakan di
Indonesia (SUZUKI, et al., 2002; CHO,
et al., 2006; INDRIJANI, 2008)
PERKEMBANGAN SISTEM PENCATATAN PRODUKSI
SUSU
Evaluasi
genetik sapi perah umumnya berdasarkan pada pencatatan produksi laktasi 305
hari. Biasanya dengan metode ini evaluasi
genetik berdasarkan atas satu catatan (INDRIJANI, 2008). Di Polandia, prosedur pendugaan
produksi susu yang berdasarkan pencatatan 305 hari ini mengabaikan bentuk dari
kurva produksi susu, karena nilai rataan yang berasal dari catatan-catatan yang
berurutan dikalikan dengan jumlah hari diantara pencatatan tersebut dan
kemudian dikumulatifkan. Jika kurva penduga
produksi susu yang digunakan kurang tepat dan atau jumlah hari diantara
pencatatan meningkat (lebih dari nilai maksimum yaitu 65 hari), maka nilai
dugaan dari produksi sebenarnya akan bias, sehingga dalam evaluasi genetik
perlu diketahui kurva produksi susu yang tepat untuk menggambarkan performan
produksi selama satu periode laktasi (STRABEL and SWACZKOWSKI, 1997)
Informasi
produksi susu per laktasi diperoleh paling akurat dengan pencatatan setiap
hari, tetapi dengan berbagai pertimbangan biasanya waktu dan biaya, maka saat
ini umumnya pencatatan produksi susu adalah pencatatan secara periodik selama
laktasi yang sudah dikenal dengan istilah test day. Pencatatan test day atau
Hari Uji adalah catatan produksi
susu total selama 24 jam yang diambil pada hari-hari pengujian tertentu saja (SWALVE, 2000; INDRIJANI, 2008).
Model
Test Day atau Test Day Model (TDM) adalah model yang digunakan untuk
menganalisa produksi susu yang dicatat pada hari-hari tertentu pada satu masa
laktasi. Catatan test day dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu dicatat pada
tanggal yang sama atau pada hari produksi yang sama. TDM akhir-akhir ini
menarik minat banyak pihak, karena lebih fleksibel dalam menangani pencatatan
yang berasal dari pola pencatatan yang berbeda, dan lebih murah jika
dibandingkan dengan pencatatan kumulatif, terutama untuk perusahaan besar yang
menuntut banyak efisiensi (SCHAEFFER and DEKKER, 1994; INDRIJANI, 2001; KAYA, et al., 2003; COSTA, et al., 2006; KHANI, et al., 2006; CHO, et al., 2006; ILATSIA, et al.,
2006). Model ini juga dapat memanfaatkan data yang terbaru untuk pendugaan mutu
genetik yang pada akhirnya dapat mempercepat seleksi yang merupakan perangkat
penting untuk meningkatkan kemajuan genetik pada pemuliaan ternak (SWALVE,
2000).
Ada
dua pendekatan pemanfaatan Model test day atau test day model (TDM) yaitu : (1)
Metode Dua-langkah (two-step method) yang memasukkan beberapa koreksi untuk
pengaruh lingkungan pada level test day dan menghasilkan evaluasi atas
pencatatan dan kombinasi galat setelah langkah pertama; (2) Metode Satu-langkah
(one-step method) yang akan menghasilkan nilai pemuliaan secara langsung. Model
yang biasa digunakan dalam metode ini adalah regresi tetap (fixed regression)
dan regresi acak (random regression) (SWALVE, 2000). WIGGANS and GODDARD (1997)
menyatakan bahwa di Amerika catatan test day terlebih dahulu dikoreksikan
dengan pengaruh umur-musim, masa kering, frekuensi pemerahan, fase laktasi,
umur beranak dan umur kebuntingan
kemudian dihitung nilai pemuliaannya dengan menggunakan prosedur animal
model.
PARAMETER
GENETIK
Metode
yang digunakan untuk pendugaan parameter genetik harus sesuai dengan kebutuhan
dan juga ketersediaan data di lapangan. Parameter genetik yang biasa
diperhitungkan dalam evaluasi genetik ternak adalah heritabilitas (HARDJOSUBROTO, 1994). Heritabilitas dapat didefinisikan
sebagai proporsi dari ragam genetik aditif terhadap ragam fenotipik. Ragam
fenotipik terbentuk dari penjumlahan ragam genetik aditif dan ragam lingkungan.
Ragam lingkungan terdiri dari ragam lingkungan temporer dan ragam lingkungan
permanen. Lingkungan permanen yaitu semua pengaruh yang bukan bersifat genetik
tetapi mempengaruhi produktivitas seekor hewan selama hidupnya dan lingkungan
temporer yaitu faktor Iingkungan yang mempengaruhi produksi sesaat saja atau
sementara (NICHOLAS, 1993).
Nilai heritabilitas pada suatu sifat
yang sama akan bervariasi dalam suatu populasi ke populasi lain (FALCONER,
1981). Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan faktor genetik, perbedaan
faktor lingkungan dan metode yang digunakan. WARWICK, et al. (1984) mengemukakan bahwa dalam penaksiran heritabilitas
dapat dipengaruhi oleh kesalahan pengambilan contoh dan banyaknya data. FALCONER
(1981) juga menyatakan bahwa heritabilitas tidak selalu mudah dihitung dengan
ketepatan yang tinggi. Nilai heritabilitas bervariasi tergantung pada kondisi
populasi tempat heritabilitas dihitung, hal ini dapat dilihat dari hasil-hasil penelitian seperti tertera pada Tabel 2 dan 3 berikut
ini.
Tabel 2. Nilai
Heritabilitas Produksi Susu Sapi Perah FH berdasarkan Catatan 305 Hari dari
Beberapa Hasil Penelitian di Indonesia
Tempat
(jenis perkawinan)
|
Rataan
Produksi Susu Laktasi I ±
Standar
Deviasi (kg)
|
Heritabilitas
|
Jumlah
Ternak
(ekor)
|
Tahun
Pengamatan
|
Metode
Analisis
|
Referensi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PT. Baru Adjak
|
3548,61
±
23,13
|
0,27
±
0,26
|
138
|
1970
- 1981
|
ANOVA
|
MEKIR (1982)
|
|
PT. Lembang
|
3015,43
±
40,07
|
0,76
±
1,01
|
24
|
1970
- 1981
|
ANOVA
|
MEKIR (1982)
|
|
Yayasan Santa Maria
|
3379,44
±
32,56
|
0,23
±
0,25
|
132
|
1970
- 1981
|
ANOVA
|
MEKIR (1982)
|
|
BPT Baturraden
|
2505,10
±
23,37
|
0,25
±
0,36
|
69
|
1970
- 1981
|
ANOVA
|
MEKIR (1982)
|
|
PT. Baru Adjak (IB)
|
2748,51
±
645,74
|
0,37
±
0,28
|
174
|
1972
- 1982
|
ANOVA
|
MAKIN (1983)
|
|
PT. Baru Adjak (Non
IB)
|
2950,56
±
761,21
|
0,46
±
0,32
|
138
|
1972
- 1982
|
ANOVA
|
MAKIN (1983)
|
|
PT. Lembang (Non
IB)
|
2805,91
±
713,84
|
0,20
±
0,40
|
57
|
1972
- 1982
|
ANOVA
|
MAKIN (1983)
|
|
Sumber Indonesia
|
3235,10
±
1030,20
|
0,43
±
0,74
|
101
|
1974
- 1985
|
ANOVA
|
MAYLINDA (1986)
|
|
SNAKMA, Malang
|
2569,20
±
562,30
|
0,22
±
0,74
|
74
|
1968
- 1985
|
ANOVA
|
MAYLINDA
(1986)
|
|
BPT Baturraden
|
2390,00
±
389,00
|
0,26
±
0,30
|
96
|
1975
- 1985
|
ANOVA
|
HAMIDAH (1987)
|
|
PT. Taurus Dairy
Farm
|
3337,00
±
864,81
|
0,31±0,050
|
456
|
1989
-2000
|
REML
|
INDRIJANI
(2001)
|
|
PT. Taurus Dairy
Farm
|
3435,12
±
903,43
|
0,237
±
0,07
|
581
|
1989-2005
|
REML
|
INDRIJANI
(2008)
|
|
BPPT Cikole
|
4625,46
±
1428,00
|
0,326 ± 0,19
|
114
|
1998-2004
|
REML
|
INDRIJANI
(2008)
|
|
PT. Bandang Dairy
Farm
|
4203,24
±
1656,98
|
0,350 ± 0,11
|
33
|
2001-2005
|
REML
|
INDRIJANI
(2008)
|
|
BBPTU Baturraden
|
3733,75
±
736,229
|
0,352 ± 0,04
|
91
|
1997-2005
|
REML
|
INDRIJANI
(2008)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 3. Nilai Heritabilitas Test
Day dan Produksi
305 hari dari Beberapa Hasil Penelitian di Dalam dan Luar Negeri.
Referensi
|
Metode
|
Test Day (TD)
|
Ket.*
|
||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
305 hari
|
|||
AURAN (1976)
|
ANOVA
|
0,19
|
0,13
|
0,18
|
0,17
|
0,22
|
0,24
|
0,22
|
0,20
|
0,23
|
0,16
|
0,25
|
-
|
DANELL (1982)
|
Henderson
III
(Sire
Model)
|
0,16
|
0,15
|
0,18
|
0,22
|
0,27
|
0,27
|
0,27
|
0,27
|
0,23
|
0,20
|
0,30
|
-
|
PANDER, et al.
(1992)
|
REML
(Sire
Model)
|
0,27
|
0,33
|
0,34
|
0,36
|
0,35
|
0,38
|
0,39
|
0,43
|
-
|
-
|
0,49
|
-
|
KATHENBRINK and SWALVE (1993)
|
Henderson
III
(Sire
Model)
|
0,23
|
0,29
|
0,25
|
0,28
|
0,26
|
0,25
|
0,18
|
0,16
|
0,09
|
0,05
|
0,32
|
-
|
REENTS, et al. (1995a)
|
REML
(Animal
Model)
|
0,10
|
0,14
|
0,21
|
0,30
|
0,32
|
0,37
|
0,35
|
0,31
|
0,30
|
-
|
-
|
-
|
SWALVE (1995a)
|
REML
(Animal
Model)
|
0,18
|
0,24
|
0,28
|
0,33
|
0,33
|
0,36
|
0,31
|
0,26
|
-
|
-
|
0,39
|
-
|
BAFFOUR, et al.
|
REML
|
0,17
|
0,28
|
0,31
|
0,34
|
0,51
|
0,48
|
0,36
|
0,45
|
0,38
|
0,31
|
0,52
|
HYST
|
(1996)
|
|
0,25
|
0,41
|
0,36
|
0,39
|
0,64
|
0,49
|
0,46
|
0,49
|
0,42
|
0,28
|
0,58
|
HYMT
|
|
|
0,18
|
0,29
|
0,35
|
0,38
|
0,46
|
0,40
|
0,32
|
0,40
|
0,34
|
0,22
|
0,48
|
H+M
|
REKAYA, et al. (1999)
|
Gibbs
Sampling
|
0,26
|
0,30
|
0,31
|
0,33
|
0,29
|
0,30
|
0,32
|
0,31
|
0,23
|
0,19
|
-
|
-
|
GENGLER, et al.
(2001)
|
-
|
0,09-0,22
|
0,21-0,23
|
-
|
|||||||||
INDRIJANI (2001)
|
REML
(Animal
Model)
|
0,09
|
0,19
|
0,15
|
0,24
|
0,18
|
0,26
|
0,15
|
0,20
|
0,19
|
0,16
|
0,31
|
TM+L1
|
INDRIJANI (2008)
|
REML
(Animal
Model)
|
0,35
|
0,29
|
0,24
|
0,24
|
0,24
|
0,23
|
0,23
|
0,23
|
0,23
|
0,22
|
0,41
|
L1+L2
|
Nilai heritabilitas berkisar antara 0
sampai 1. Pada umumnya angka ini termasuk katagori rendah bila berkisar antara
0 sampai 0,1, sedang atau intermedia bila nilainya 0,1 sampai 0,3 dan tinggi
bila melebihi 0,3 (HARDJOSUBROTO, 1994). Dalam suatu percobaan atau penelitian,
tidak jarang diperoleh angka pewarisan yang terletak di luar kisaran normalnya,
yaitu negatif atau lebih dari satu. Hal demikian ini sering dijumpai pada
analisis yang menggunakan data tidak cukup banyak atau data yang ada sangat
terbatas. Pengetahuan tentang
heritabilitas sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu genetik ternak melalui
seleksi yang didasarkan atas dasar kemiripan, karena perhitungan
heritabilitas didasarkan pada prinsip bahwa ternak-ternak yang masih memiliki
hubungan keluarga akan memiliki performan yang lebih mirip jika dibandingkan
dengan ternak-ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga (HARDJOSUBROTO, 1994).
NILAI
PEMULIAAN
Nilai Pemuliaan atau Breeding Value
merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu dalam populasi
ternak. Pada dasarnya nilai pemuliaan merupakan regresi dari nilai fenotipik
ternak terhadap nilai heritabilitasnya (HARDJOSUBROTO, 1994). Metoda pendugaan nilai pemuliaan yang
banyak dipakai sekarang yaitu
Best Linier Unbiased Prediction (BLUP) (SWALVE, 2000).
Beberapa kelebihan
BLUP yaitu: (1) model ini turut memperhitungkan semua pengaruh lingkungan dan
bisa langsung dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi, (2) memungkinkan untuk turut
diperhitungkannya seluruh informasi kekerabatan antar ternak (adanya Numerator
Relationship Matrix), (3) bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak
mempunyai catatan produksi asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan
individu yang mempunyai catatan, (4) EBV yang dihasilkan lebih akurat (SWALVE, 2000; ANANG dan INDRIJANI, 2002; INDRIJANI, 2008).
Pada pendugaan nilai
pemuliaan dengan menggunakan BLUP, pengaruh lingkungan dan nilai pemuliaan
jutaan ternak dapat diestimasi secara simultan, sehingga perbedaan genetik
antar kelompok ternak dapat diperhitungkan secara benar. Aplikasi BLUP bisa
menggunakan model pejantan (sire model) dengan asumsi bahwa semua pejantan
dikawinkan dengan ternak betina yang memiliki genetik merit yang sama, ataupun
animal model yaitu dengan memasukan semua individu ternak yang mempunyai
hubungan kekerabatan dan memprediksi nilai pemuliaan untuk semua ternak. Metode
BLUP dapat memisahkan pengaruh genetik dan lingkungan, sehingga ternak dapat
dirangking berdasarkan nilai genetiknya saja (SWALVE, 2000; SUZUKI,
et al. 2002; KAYA, et al. 2003; KHANI, et al. 2006). Dengan
berbagai kelebihannya maka BLUP sudah digunakan sebagai metoda pendugaan nilai
pemuliaan standar dunia (ANANG
dan INDRIJANI, 2002).
Besarnya nilai pemuliaan
produksi susu bisa bervariasi tergantung dari model yang digunakan. Pemilihan
model ini lebih tergantung kepada data yang tersedia di lapangan. Beberapa
model yang banyak digunakan yaitu :
1.
Model
Catatan Kumulatif 305-hari (KM)
Dengan model yang diperkenalkan oleh Jamrozik tahun
1997 produksi susu ternak
dikumulatifkan sampai waktu tertentu (biasanya sampai 305 hari) dan pendugaan
nilai pemuliaan hanya berdasarkan satu nilai saja. Keuntungan model ini adalah
mengarah langsung pada tujuan pemuliaan yaitu produksi susu 305 hari. Modelnya
dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan
: y = vektor untuk pengamatan (produksi susu kumulatif 305 hari); b
= vektor untuk efek tetap; u = vektor untuk efek random (ternak); e
= vektor untuk galat; X = design matrik yang berhubungan dengan efek tetap;
Z = design matrik yang berhubungan dengan efek random.
Berdasarkan hasil uji
coba yang dilakukan oleh penulis di lapangan, kekurangan pada
penggunaan model ini adalah : (1) Catatan
harus dikoreksikan terlebih dahulu karena faktor biologis ternak yang
bersangkutan bervariasi, pengkoreksian ini dilakukan untuk mengurangi bias
sebelum catatan digunakan untuk pendugaan parameter genetik dan nilai
pemuliaan, (2) Perubahan lingkungan tidak bisa dimasukan langsung dalam model
pendugaan nilai pemuliaan, (3) Waktu evaluasi harus menunggu sampai laktasi
selesai dan perbedaan waktu biologis laktasi sangat menyulitkan untuk melakukan
evaluasi secara bersamaan.
2. Model
Multiple Trait (MMT)
Pengamatan sifat pada ternak biasanya
tidak hanya terhadap satu sifat saja tetapi umumnya dilakukan terhadap beberapa
sifat sekaligus untuk mendapatkan korelasi genetik dan lingkungan diantara
sifat-sifat yang diamati (VILLUMSEN, et
al., 2002). Selama ini banyak yang menganggap bahwa yang termasuk ke dalam
sifat-sifat produksi susu yaitu jumlah produksi susu, lemak, dan protein,
tetapi sebenarnya pencatatan test day juga dapat dianggap sebagai multiple-trait (WIGGANS and GODDARD, 1997). Nilai
pemuliaan total dapat diduga dengan menjumlahkan semua nilai pemuliaan sifat
yang dianalisis. Untuk mempermudah notasi matrik, dimisalkan hanya dua
sifat saja yang dianalisis, modelnya
adalah sebagai berikut :
, dan
Keterangan
:dan adalah catatan test day berturut-turut ke satu dan ke
dua. X, Z, b, u, dan
e telah didefinisikan pada KM. Angka satu dan
dua menunjukan sifat ke satu dan ke dua.
Walaupun
kelebihan analisis ini mampu memasukkan perubahan lingkungan langsung ke dalam
model, seperti misalnya perubahan musim selama laktasi, tapi banyaknya sifat
yang dianalisis (11 test day) sangat menyulitkan memperoleh konvergen yang
baik, dengan demikian akurasi nilai duga parameter menjadi berkurang. Analisis
ini bisa juga dipecah sebagian-sebagian tetapi akan menimbulkan banyaknya
parameter yang menyulitkan untuk pendugaan nilai pemuliaan. Konvergen menjadi
masalah utama pada model ini sehingga penggunaan model ini tidak
direkomendasikan untuk mengevaluasi potensi genetik ternak yang melibatkan
banyak sifat (INDRIJANI, 2001).
3. Model
Regresi Tetap/MRT (Fixed Regression
Model/FRM)
Pada analisa ini, catatan yang ada
dipertimbangkan sebagai catatan berulang untuk sifat yang sama dan memerlukan
kurva produksi susu. Kurva Produksi susu yang banyak digunakan adalah kurva
dari Ali-Schaeffer yang akan digunakan sebagai kovariat (INDRIJANI dan ANANG,
2002). Kovariat adalah faktor yang mempengaruhi variate (faktor yang diamati)
tetapi tidak bisa diklasifikasikan dengan jelas (sebaran datanya bersifat
kontinyu) dan yang umum diamati adalah hubungan antara keduanya yang biasanya
diungkapkan dalam bentuk regresi. Galat dapat diterangkan sebagai pengaruh
lingkungan permanen (pe), yang umum terhadap semua pengamatan pada individu
yang sama, dan galat diantara pengamatan pada individu yang sama (e). Berikut
ini adalah model yang dipakai :
Keterangan : yijk = Pencatatan test day; HYSi
= Pengaruh tetap (Herd-Year-Season); aj
= Pengaruh random dari ternak; pej = Pengaruh random dari
lingkungan permanen; eijk = Galat
= 4
kovariat dari regresi ALI and SCHAEFFER (1987)
Keterangan : = DIM/c,
c = Konstanta dan ditetapkan 305 hari;
= (DIM/c)2
; = ln(c/DIM);
= ln2(c/DIM;
(Subscript i pada regresi
menunjukan bahwa kovariat tersarang pada HYS);
DIM = Day
Interval Milk = Interval waktu test dari pencatatan produksi susu hari pertama
ke hari pencatatan tertentu yang digunakan dalam model.
Pada penggunaan model ini biaya test lebih murah dan efektif
karena test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh sapi perah yang ada dalam
suatu peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan. Kelebihan lainnya
yaitu tidak perlu pengkoreksian produksi, dan perubahan lingkungan dapat
langsung dimasukan pada model tanpa harus mengkode efek tetap. Karena
keuntungan-keuntungan tersebut maka model ini sudah merupakan model yang
dipakai untuk evaluasi genetik sapi perah nasional di Kanada dan Jerman (SWALVE, 2000).
4. Model
Regresi Random /MRR (Random Regression
Model/RRM)
Model random regresi adalah cara lain
untuk menganalisis catatan test day dengan memperlakukan catatan test day
sebagai catatan berulang untuk sifat yang sama (JAMROZIK and
SCHAEFFER, 1997). Pada
model ini kovariat di set pada setiap ternak, dengan demikian setiap ternak
bisa mempunyai lebih dari satu aditif genetik, tergantung pada regresi yang
digunakan. Dibawah ini adalah model regresi random yang digunakan :
,
Keterangan: yijkl =
catatan test day; HYSi = efek tetap
(Herd-Year-Season); pj
=
pengaruh lingkungan permanen; eijkl
= galat; = masing-masing
koefisien regresi tetap dan random
Model ini lebih kompleks jika
dibandingkan dengan model-model sebelumnya karena penggunaan kovariatnya
spesifik untuk setiap individu ternak, tetapi model ini mampu menduga nilai
pemuliaan total dari catatan tidak lengkap atau catatan yang pendek.
PERBANDINGAN MODEL
Berdasarkan pengalaman penulis yang
melakukan pengujian ketepatan model pendugaan nilai pemuliaaan di beberapa
perusahaan peternakan sapi perah di
Indonesia, masalah yang ada di lapangan adalah ketersediaan data (recording),
karena banyak ternak yang memiliki catatan produksi tetapi catatan silsilahnya
kurang lengkap sehingga dapat menyebabkan bias. Dari hasil pengalaman dan
komunikasi pribadi dengan Dr. Asep Anang, setiap model mempunyai keunggulan dan
kelemahan masing-masing, maka untuk pengujian model dapat disimpulkan seperti
tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Perbandingan Model
Kriteria
pengamatan
|
KM
|
Model
MMT
|
MRT
|
MRR
|
Mengarah
ke tujuan seleksi
|
Ö
|
-
|
-
|
-
|
Pendugaan
Nilai Pemuliaan
|
1
catatan
|
11
catatan
|
|
Setiap
Interval
|
Perubahan
lingkungan selama produksi
|
-
|
Ö
|
Ö
|
Ö
|
Waktu test
beragam
|
-
|
-
|
Ö
|
Ö
|
Pembobotan
nilai ekonomi nilai pemuliaan sepanjang kurva
|
-
|
Ö
|
-
|
Ö
|
Penggabungan
catatan tetua untuk seleksi
berdasarkan catatan pendek anak
|
-
|
Ö
|
Ö
|
Ö
|
Masalah
numerik dengan Software
|
-
|
Ö
|
-
|
Ö
|
Model KM mengarah ke tujuan seleksi
tetapi hanya mempunyai satu nilai pemuliaan dan banyak hal penting yang tidak
dapat turut diperhitungkan dalam model. Masalah mendasar pada model MMT dan MRR
adalah masalah numerik dengan software karena banyaknya sifat yang dianalisis
akan menyebabkan nilai pemuliaan optimum susah tercapai, sedangkan pada MRT
tidak terdapat masalah numerik karena nilai pemuliaannya berdasarkan dari
rataan nilai pemuliaan selama produksi. Sedikit kelemahan MRT adalah tidak
dapat melakukan pembobotan ekonomi nilai pemuliaan sepanjang kurva, tetapi hal
itu tidak jadi masalah pada usaha sapi perah karena umumnya pembobotan
ekonominya tidak dilakukan di sepanjang kurva produksi susu, tetapi pada
produksi susu secara keseluruhan.
PENUTUP
Sistem
pencatatan yang efisien adalah dengan menggunakan catatan test day atau hari
uji, karena pencatatan dapat dilakukan dengan lebih sederhana tetapi cukup akurat untuk
digunakan dalam pendugaan kurva produksi ataupun nilai pemuliaan. Pendugaan
produksi susu yang akurat adalah dengan menggunakan kurva persamaan
Ali-Schaeffer, karena kurva ini bisa menduga puncak produksi susu dan produksi
total dengan lebih tepat (r>0,99), dan kurva ini juga dapat digunakan untuk
analisis pendugaan parameter genetik.
Model
MRT dan MRR keduanya menunjukkan keunggulan dalam
efisiensi pencatatan karena waktu test bisa
dilakukan kapan saja, tanpa memperhatikan waktu dan jarak waktu test, sehingga waktu test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh
peternakan walaupun tingkat laktasi antar sapi berlainan. Tetapi
untuk aplikasi dilapangan MRT lebih diunggulkan karena tidak terdapat masalah
numerik dan analisisnya lebih mudah untuk dilakukan
DAFTAR
PUSTAKA
ALI,
T.E. and L.R. SCHAEFFER. 1987.
Accounting For Covariances Among Test Day Milk Yield In Dairy Cows. Can. J. Anim. Sci., 67:637-644.
ANANG,
A dan H. INDRIJANI. 2002. Metode Aktual Pendugaan Nilai Pemuliaan Produksi Susu
pada Sapi Perah. Jurnal Ilmu Ternak, vol. I; 67-71.
ANGGRAENI,
A. 1995. Faktor-faktor Koreksi Hari Laktasi dan Umur untuk Produksi Susu Sapi
Perah Fries Holland. Thesis. PPs IPB, Bogor.
BIGNARDI,
A.B., L. EL FARO, V.L. CARDOSO, P.F. MACHADO, and L.G. ALBUQUERQUE. 2006.
Estimation of Genetic Parameters for First Lactations Test Day Milk Yield of
Holstein Cattle Using Random Regression Models. 8th WCGALP, CD-ROM
Communication no. : 01-49.
CHO,
K.H., S.H. NA, K.S. SEO, B.H. PARK, J.G. CHOI, Y.C. LEE, J.D. PARK, S.K. SON,
S. KIM, T.J. CHOI, and A. SALCES. 2006. Estimation of Genetic Parameters for
Change of Test Day Records on the Milk Production and SCS Using Random
Regression Model of the Holstein Cattle in Korea. 8th WCGALP, CD-ROM
Communication no.: 01-51.
COSTA,
C.N., J. VASCONCELOS, J.A. COBUCI, G. THOMPSON, and J. CARVALHEIRA. 2006.
Genetic Parameter of Test Day Milk Yield for Brazilian Holstein Cattle Using an
Autoregressive Multiple Lactation Animal Model. 8th WCGALP, CD-ROM
Communication no. : 01-53.
DIMAURO
C., D. VICARIO, F. CANAVESI, A.C. BORLINO, and N.P.P.MACCIOTTA. 2006. Analysis
of Individual Variability of the Shape of Lactation Curve for Milk Fat and
Protein Contents in Italian Simmental Cows. 8th WCGALP, CD-ROM
Communication no. : 01-54.
FALCONER,
D.S. 1981. Introduction to Quantitative
Genetics. Second Ed., Longman Inc.,
London, New York.
HARDJOSUBROTO,
W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
ILATSIA,
E.D., T.K. MUASYA, W.B. MUHUYI, and A.K. KAHI. 2006. Use of Test Day Milk Yield
Records for Genetic Evaluation in Sahiwal Cattle. 8th WCGALP, CD-ROM
Communication no. : 01-61
INDRIJANI,
H. 2001. Penggunaan Catatan Test Day untuk
Mengevaluasi Mutu Genetik Sapi Perah. Tesis Magister Sains. Program
Pascasarjana IPB, Bogor.
INDRIJANI,
H., dan A. ANANG. 2002. Evaluasi Genetik Produksi Susu pada
Sapi Perah dengan Model Regresi Tetap. Jurnal Ilmu Ternak, vol. I; 45-50
INDRIJANI, H. 2008. Penggunaan Catatan Produksi Susu
305 Hari dan Catatan Produksi Susu Test Day (Hari Uji) untuk Menduga Nilai
Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah. Disertasi, PPs UNPAD.
JAMROZIK,
J. and L.R. SCHAEFFER. 1997. Estimates
Of Genetic Parameters For A Test Day Model With Random Regression For Yield
Traits Of First Lactation Holsteins. J. Dairy Sci., 80:762-772.
KAYA,
I., Y. AKBAS and C. UZMAY. 2003. Estimation of Breeding Values for Dairy Cattle
Using Test-Day Milk Yiels. Turk J. Vet. Anim Sci. 27: 459-464.
KHANI,
J., M.A. EDRISS and A.A. MEHRGARDI. 2006. Estimation of Genetic Parameters for
Milk Production Traits Using Test Day Records of Holstein Dairy Cattle of Iran.
8th WCGALP, CD-ROM Communication no.: 01-63
SCHAEFFER,
L.R. and J.C.M. DEKKER. 1994. Random
Regression In Animal Models For Test Day Production In Dairy Cattle. 5th
WCGALP, 18:443-446.
SCHNEEBERGER,
C. P., K. E. WELLINGTON and R. E. MCDOWEL. 1982. Performance of Jamaica Hope
Cattle in Commercial Dairy Herd in Jamaica. J. Dairy Sci., 65:1364-1371.
STRABEL,
T. and T. SWACZKOWSKI. 1997. Additive
Genetic and Permanent Environmental Variance Components For Test Days Milk
Traits In Black-White Cattle. Livest.
Prod. Sci., 48:91-98.
SUZUKI,
M., J.A.C. PEREIRA, S. YAMAGUCHI and T. KAWAHARA. 2002. Genetic Evaluation of
Dairy Cattle Using Test Day and Lactation Records. 7th WCGALP,
CD-ROM Communication no. : 18-20.
SWALVE,
H. H. 2000. Theoritical Basis and
Computational Methods For Different Test-Day Genetic Evaluation Methods. J. Dairy
Sc. 83:1115-1124.
VILLUMSEN,
T.M., P. MADSEN, J. JENSEN, and J.H. JAKOBSEN. 2002. Blending Of Test-Day and
Lactation Records Using A Multitrait Random Regression Model. 7th
WCGALP, CD-ROM Communication no:01-02.
WIGGANS,
G. R. and M. E. GODDARD. 1997. A
Computational Feasible Test Day Model For Genetic Evaluation Of Yield Traits In
The United States. J. Dairy Sci.,
80:1795-1800.
WILMINK, J.B.M. 1987.
Adjustment of Test-day Milk, Fat, and Protein Yields for Age, Season and Stage
of Lactation. Livest. Prod. Sci. 16:335.
WOOD,
P. D. P. 1967. Algebratic Model Of The
Lactation Curve In Cattle. Nature, 216:164-165.
Lagi mencari agent judi online 1 user ID untuk semua permainan?
BalasHapusYang banyak bonus harian & mingguan ???
Mari hub
WA:0812 2222 995